Dikisahkan, seorang wanita Bani Mahzum,
salah satu kelompok yang sangat
terpandang dari etnis Quraisy, kedapatan
mencuri. Untuk menutupi aib dan rasa
malu, para pemuka Bani Mahzum
meminta tolong Usamah yang tergolong
dekat dengan Nabi Muhammad SAW agar
melakukan pendekatan dan lobi kepada
Baginda Rasul.
Ternyata, Usamah gagal total. Usahanya
sia-sia belaka. Nabi langsung menghardik
dan memberi peringatan keras
kepadanya. "Apakah kamu mau menyuap
(korupsi) soal hukum (ketentuan) dari
undang-undang Allah?" tegurnya.
Dalam kesempatan itu pula, Nabi SAW
langsung naik ke atas mimbar dan
memberikan peringatan. "Inilah kebiasaan
buruk yang telah menghancurkan umat-
umat terdahulu. Mereka binasa (diazab
oleh Allah) karena mereka tidak berani
menghukum orang-orang terpandang dari
kalangan mereka. Sebaliknya, mereka
menghukum berat orang-orang kecil.
Kalau Fatimah, putriku, mencuri, pastilah
aku potong tangannya." (HR Bukhari dan
Muslim dari Aisyah).
Kisah ini sungguh inspiratif dan menjadi
teladan yang amat berharga, khususnya
bagi masyarakat yang mendambakan
kejujuran, keadilan, dan penegakan
hukum bagi setiap orang. Melalui kasus
ini, Nabi SAW mengajarkan beberapa
masalah dasar yang mesti diperhatikan
oleh para pemangku kekuasaan, baik di
lingkaran eksektutif, legislatif, maupun
yudikatif.
Pertama, soal keadilan. Keadilan adalah
proses sekaligus tujuan dan cita-cita. Adil
(al-`adl) atau keadilan menunjuk pada
sikap tengah, lurus, dan tidak memihak
kepada siapa pun, kecuali pada
kebenaran. Dalam konteks hukum, adil
bermakna menghukum siapa pun yang
salah, tanpa berpihak, dan tanpa pandang
bulu.
Keadilan menuntut dan menempatkan
manusia sama di depan hukum. Di sini
prinsip equal before the law tak boleh
hanya dipidatokan, tapi dilaksanakan,
seperti Rasulullah SAW telah
membuktikannya. "Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan." (QS al-Nahl [16]: 90).
Kedua, soal penegakan hukum (law
enforcement). Penegakan hukum terkait
pula dengan keadilan di atas. Demi
keadilan, hukum harus ditegakkan secara
jujur dan adil. Penetapan hukum secara
tidak adil, korup, dan penuh kecurangan,
seperti kerap terjadi, semua itu jelas
melukai dan mencederai rasa keadilan
masyarakat.
Penegakan hukum tak boleh seperti
pedang, hanya tajam ke bawah, tetapi
tumpul ke atas. Inilah yang diperingatkan
oleh Allah dan Rasul. "Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil." (QS al-Nisa’ [4]
: 58).
Ketiga, soal kehancuran masyarakat. Bila
soal keadilan dan penegakan hukum
diabaikan oleh para pemangku kekuasaan,
kehancuran pasti terjadi. Tidak bisa tidak!
Ini adalah ketentuan atau hukum Allah
(sunatullah) yang berlaku secara
universal. Inilah pesan penting yang
hendak dikabarkan oleh Nabi SAW kepada
seluruh umat manusia dalam pidatonya di
atas.
Perlu diketahui bahwa keadilan adalah
hukum kosmik (alam jagat raya). Setiap
kelaliman akan menimbulkan
keguncangan sosial (social dis-equilibrium)
yang pada gilirannya akan membawa pada
kehancuran. "Berjalanlah kamu (di muka)
bumi, lalu perhatikanlah bagaimana akibat
orang-orang yang berdosa.” (QS al-Naml
[27]: 69).
Wallahu a`lam
Sabtu, 02 Februari 2013
Meneladani Prinsip Rasulullah dalam Penegakan Hukum
Published with Blogger-droid v2.0.6
Label:
Oleh: A Ilyas Ismai,
REPUBLIKA.CO.ID
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar