Laman

Cari Blog Ini

Sabtu, 02 Februari 2013

Meneladani Prinsip Rasulullah dalam Penegakan Hukum

Dikisahkan, seorang wanita Bani Mahzum,
salah satu kelompok yang sangat
terpandang dari etnis Quraisy, kedapatan
mencuri. Untuk menutupi aib dan rasa
malu, para pemuka Bani Mahzum
meminta tolong Usamah yang tergolong
dekat dengan Nabi Muhammad SAW agar
melakukan pendekatan dan lobi kepada
Baginda Rasul.
Ternyata, Usamah gagal total. Usahanya
sia-sia belaka. Nabi langsung menghardik
dan memberi peringatan keras
kepadanya. "Apakah kamu mau menyuap
(korupsi) soal hukum (ketentuan) dari
undang-undang Allah?" tegurnya.
Dalam kesempatan itu pula, Nabi SAW
langsung naik ke atas mimbar dan
memberikan peringatan. "Inilah kebiasaan
buruk yang telah menghancurkan umat-
umat terdahulu. Mereka binasa (diazab
oleh Allah) karena mereka tidak berani
menghukum orang-orang terpandang dari
kalangan mereka. Sebaliknya, mereka
menghukum berat orang-orang kecil.
Kalau Fatimah, putriku, mencuri, pastilah
aku potong tangannya." (HR Bukhari dan
Muslim dari Aisyah).
Kisah ini sungguh inspiratif dan menjadi
teladan yang amat berharga, khususnya
bagi masyarakat yang mendambakan
kejujuran, keadilan, dan penegakan
hukum bagi setiap orang. Melalui kasus
ini, Nabi SAW mengajarkan beberapa
masalah dasar yang mesti diperhatikan
oleh para pemangku kekuasaan, baik di
lingkaran eksektutif, legislatif, maupun
yudikatif.
Pertama, soal keadilan. Keadilan adalah
proses sekaligus tujuan dan cita-cita. Adil
(al-`adl) atau keadilan menunjuk pada
sikap tengah, lurus, dan tidak memihak
kepada siapa pun, kecuali pada
kebenaran. Dalam konteks hukum, adil
bermakna menghukum siapa pun yang
salah, tanpa berpihak, dan tanpa pandang
bulu.
Keadilan menuntut dan menempatkan
manusia sama di depan hukum. Di sini
prinsip equal before the law tak boleh
hanya dipidatokan, tapi dilaksanakan,
seperti Rasulullah SAW telah
membuktikannya. "Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan." (QS al-Nahl [16]: 90).
Kedua, soal penegakan hukum (law
enforcement). Penegakan hukum terkait
pula dengan keadilan di atas. Demi
keadilan, hukum harus ditegakkan secara
jujur dan adil. Penetapan hukum secara
tidak adil, korup, dan penuh kecurangan,
seperti kerap terjadi, semua itu jelas
melukai dan mencederai rasa keadilan
masyarakat.
Penegakan hukum tak boleh seperti
pedang, hanya tajam ke bawah, tetapi
tumpul ke atas. Inilah yang diperingatkan
oleh Allah dan Rasul. "Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil." (QS al-Nisa’ [4]
: 58).
Ketiga, soal kehancuran masyarakat. Bila
soal keadilan dan penegakan hukum
diabaikan oleh para pemangku kekuasaan,
kehancuran pasti terjadi. Tidak bisa tidak!
Ini adalah ketentuan atau hukum Allah
(sunatullah) yang berlaku secara
universal. Inilah pesan penting yang
hendak dikabarkan oleh Nabi SAW kepada
seluruh umat manusia dalam pidatonya di
atas.
Perlu diketahui bahwa keadilan adalah
hukum kosmik (alam jagat raya). Setiap
kelaliman akan menimbulkan
keguncangan sosial (social dis-equilibrium)
yang pada gilirannya akan membawa pada
kehancuran. "Berjalanlah kamu (di muka)
bumi, lalu perhatikanlah bagaimana akibat
orang-orang yang berdosa.” (QS al-Naml
[27]: 69).
Wallahu a`lam

Published with Blogger-droid v2.0.6

meneladani filosofi air...

Air dihadirkan oleh Allah dalam kehidupan
manusia sebagai rezeki (QS al-Baqarah [2]
:22). Namun, air tidak sekadar rezeki, ia
pun menjadi ayat kauniyah, tanda
kebesaran-Nya, yang perlu dibaca agar
kita merengkuh pesan moral (QS adz-
Dzariyat [51]: 20-21). Ada sejumlah pesan
moral yang dapat dipelajari dari air.
Pertama, air itu menghidupi. Allah SWT
berfirman, "Dan dari air Kami jadikan
segala sesuatu yang hidup." (QS al-
Anbiya' [21]: 30). Air menumbuhkan
tanaman, menyuburkan tanah, bahkan
mengalirkan oksigen dalam darah
manusia. Di mana pun air berada, ia
bermanfaat. Manusia pun selayaknya
demikian. Rasulullah SAW bersabda,
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi yang lain." (HR Ahmad).
Kedua, ia bergerak tanpa henti. Karena
jika ia diam, pasti kotor dan keruh. Imam
Syafii berkata, "Saya lihat air yang diam
menyebabkan kotor. Bila dia mengalir, ia
menjadi bersih. Dan bila tidak mengalir, ia
tidak akan jernih. Singa bila tidak
meninggalkan sarangnya, dia tidak akan
pernah memakan mangsanya. Dan anak
panah bila tidak terlepas dari busurnya,
tidak akan pernah mengenai sasarannya."
Orang yang tidak memiliki aktivitas atau
pekerjaan, pikiran dan hatinya
kemungkinan besar akan keruh dan kotor.
Akibatnya, mata dan hatinya melihat
secara negatif segala sesuatunya
(suuzhan).
Ketiga, Air tak pernah bisa dipecah, atau
dihancurkan. Bahkan, ia akan
menenggelamkan benda-benda keras
yang menghantamnya dan
menghanyutkan. Ia hanya akan pecah saat
ia mengeras, membeku. Inilah karakter
dasar air, yakni mencair, mudah meresap,
menguap, dan kembali turun untuk
menyejukkan.
Karakter cair ini berguna jika seseorang
menghadapi masalah. Karena bila kita
bersikap mengeras, membatu, maka kita
mudah pecah, stres, gampang dilempar ke
sana-sini, dan seterusnya dalam
menghadapi samudera kehidupan.
Ketiga, air berpasrah diri (Islam) secara
total pada tatanan (kosmos) alam. Ia
mengalir dari tempat tinggi ke arah yang
lebih rendah. Ia menguap bila terkena
panas, membeku jika tersentuh dingin,
meresap di tanah, menguap ke awan, dan
turun sebagai hujan. Ia kemudian
menyatu di lautan raya, berpencar di
sungai, kali, dan selokan.
Air mengikuti harmoni alam (sunatullah)
yang digariskan Allah SWT. Harmoni alam
itu tunduk dan patuh pada prinsip
keseimbangan dan keadilan (QS al-
Rahman [55]:7). Jika kesimbangan dirusak
maka air pun protes. Air berhak atas
tempat resapan. Jika tidak ada tempat
resapan, air akan terus mencari tempat
yang paling rendah.
Jika tak ada yang tepat sebagai
resapannya maka terjadilah banjir. Banjir
merupakan bentuk protes air karena
tempat resapan serta jalan kembali ke
lautan raya, tergusur oleh kerakusan dan
keserakahan tangan manusia (QS ar-Rum
[30]: 41).
Sudahkah kita seperti air, yang berpasrah,
tunduk, dan patuh secara total pada Allah
SWT? Sudahkah kita memelihara tatanan
kehidupan secara adil? Wallahu a'lam
bish shawab.

Published with Blogger-droid v2.0.6